Pages

Selasa, 12 April 2011

makalah wajib belajar 9 tahun

WAJIB BELAJAR 9 TAHUN
(Makalah kelompok 4)



Di susun
Oleh:
1.Ervin Hidayat
2.Febri
3.I Putu Arie Permana
4.Lamudin
5.Muhhamad Akbar











PENDIDIKAN BIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2010


BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan datang, dan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis, Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga kependidikan.
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa point terkait wajib belajar 9 tahun diantaranya Apakah pengertian wajib belajar 9 tahun,kapan wajib belajar 6 tahun dilaksanakan dan berakhirnya wajib belajar 6
tahun,kemudian kapan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan,apa saja undang-undang wajib belajar 9 tahun,hambatan wajib belajar 9 tahun,tingkat keberhasilan wajib belajar 9 tahun,angka partisipasi sekolah menurut jenjang pendidikan di Jawa Barat.Beberapa point diatas akan kami bahas di bab pembahasan.

1.2 Tujuan
1.Mengetahui pengertian wajib belajar 9 tahun.
2.Mengetahui wajib belajar 6 tahun dilaksanakan dan berakhirnya wajib belajar 6
tahun,kemudian kapan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan.
4.Mengetahui saja undang-undang wajib belajar 9 tahun.
5.Menengetahui hambatan wajib belajar 9 tahun.
6.Menegetahui tingkat keberhasilan wajib belajar 9 tahun.
7.Mengetahui angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Jawa Barat.
8.Mengetahui problematika Sistem Pendidikan di Jawa Barat dan solusinya.




1.3 Rumusan Masalah
1.Apakah pengertian wajib belajar 9 tahun?
2.Kapan wajib belajar 6 tahun dilaksanakan dan berakhirnya wajib belajar 6
tahun,kemudian kapan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan?
4.Apa saja undang-undang wajib belajar 9 tahun?
5.Hambatan wajib belajar 9 tahun?
6.Tingkat keberhasilan wajib belajar 9 tahun?
7. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan di Jawa Barat.
8. Problematika Sistem Pendidikan di Jawa Barat dan solusinya

BAB II PEMBAHASAN



2.1 Pengertian wajib belajar 9 tahun
Wajib Belajar 9 Tahun” yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga negara untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Seperti Kita ketahui bersama, Pendidikan merupakan satu aspek penting bagi pembangunan bangsa. Karena itu, hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu, yang merupakan produk pendidikan, merupakan kunci keberhasilan pembangunan suatu negara.

2.2 Kapan wajib belajar 6 tahun dilaksanakan dan berakhirnya wajib belajar 6 tahun,kemudian kapan wajib belajar 9 tahun dilaksanakan.

Program ini dilatar belakangi dari munculnya Program Wajib Belajar 6 Tahun pada tahun 1984,dan berahir nya wajib belajar 6 tahun pada tahun 1993. Kemudian pada tahun 1994 melalui Inpres Nomor 1 Tahun 1994 ditingkatkan menjadi Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Hal ini berarti bahwa setiap anak Indonesia yang berumur 7sampai 15 tahun diwajibkan untuk mengikuti Pendidikan Dasar 9 Tahun.
Pada awalnya, Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas) akan menuntaskan program wajib belajar (wajar) 9 tahun pada pendidikan dasar (SD dan SMP) paling lambat tahun 2008. Namun ternyata Program Wajib Belajar 9 Tahun yang ditargetkan Departemen Pendidikan Nasional diraih tahun 2008 terancam gagal. Itu semua terjadi karena masih banyaknya kendala yang dihadapi dalam penyelenggaraannya, khususnya berkait dengan akses pendidikan yang masih relatif rendah, serta mutunya pendidikan, dalam hal ini mencakup tenaga kependidikan, fasilitas, pembiayaan, manajemen, proses dan prestasi siswa masih rendah.

2.3 Apa saja undang-undang wajib belajar 9 tahun

Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2008 tentang Wajib BelajarInstruksi Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun dan Pemberantasan Buta Aksara.
17. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 036/U/1995 tentang Pelaksanaan Wajib Belajar Pendidikan Dasar.
Renstra Depdiknas 2005-2009, dengan mengacu pada UU Sisdiknas No 20 tahun 2003 pasal 3, menyatakan bahwa visi pendidikan nasional adalah
“terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah”

2.4 PERMASALAHAN DIKDAS
A. Anggaran Pendidikan
Dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) secara tegas dinyatakan: "Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional." Menurut definisi yang berlaku umum, anggaran pendidikan adalah keseluruhan sumber daya baik dalam bentuk uang maupun barang, yang menjadi input dan dimanfaatkan untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan. Segenap sumber daya tersebut bisa berupa investasi untuk pembangunan prasarana dan sarana (gedung sekolah, ruang kelas, kantor, perpustakaan, laboratorium), biaya operasional, penyediaan buku dan peralatan, serta gaji guru. Setiap komponen sumber daya berkaitan langsung dengan keberlangsungan pelayanan pendidikan sehingga harus dihitung sebagai satu kesatuan pembiayaan pendidikan.
Namun kewajiban konstitusi pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBN dan APBD belumlah dipenuhi sepenuhnya hingga saat ini. Buktinya APBN Tahun 2008 yang telah disahkan pada Rapat Paripurna DPR menetapkan alokasi anggaran pendidikan hanya 12 persen. Dalam RAPBN 2008, alokasi untuk anggaran pendidikan hanya sebesar 12 %, jauh di bawah ketentuan UUD 1945 Pasal 31 ayat (4) dan UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bahwa anggaran pendidikan sebesar 20 persen. Formulasi anggaran pendidikan 20% kemudian dirumuskan oleh Pemerintah dan DPR dalam UU 20/2003 tentang Sisdiknas, bahwa gaji pendidik dan biaya kedinasan tidak termasuk dalam anggaran 20%, bahwa pemenuhan amanah konstitusi dengan cara bertahap seperti dalam penjelasan pasal 49 ayat (1) UU sisdiknas adalah tidak dibenarkan.
Kenyataannya APBN 2007 pun tidak sesuai dengan amanah konstitusi. Anggaran pendidikan masih berada pada level 11,8%. karenanya MK dalam Putusan No. 026/PUU-IV/2007 kembali menegaskan bahwa UU No. 18/2006 tentang APBN 2007 menyangkut anggaran pendidikan adalah bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pemerintah mengulangi kembali pelanggaran konstitusional pada APBN 2008 ini. Padahal, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan keputusan bahwa APBN 2006 dan APBN 2007 melanggar konstitusi. Jadi, dengan tidak tercapainya anggaran pendidikan 20% berarti pemerintah dan DPR bersama-sama mengabaikan keputusan MK.
Rupanya keputusan MK itu tidak mampu juga menggetarkan kemauan politik para penentu kebijakan di negara ini. Pengabaian juga terjadi terhadap keputusan raker yang telah disepakati antara Komisi X DPR RI dengan tujuh Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, yaitu Menko Kesra, Mendiknas, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Menpan), Menteri PPN/Ketua Bappenas, Menteri Agama, dan Menteri Keuangan pada 4 Juli 2005 lalu telah menyepakati kenaikan anggaran pendidikan adalah 6,6% pada 2004, menjadi 9,3% (2005), menjadi 12% (2006), menjadi 14,7% (2007), menjadi 17,4 % (2008), dan terakhir 20,1% (2009).
Sementara realisasinya, tahun 2004 anggaran pendidikan masih sekitar 5,5% dari APBN atau sekitar Rp20,5 triliun. Dan meningkat menjadi Rp 24,6 tiriliun pada 2005. Pada tahun 2006 pemerintah hanya mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 9,7 persen dan dalam APBN 2007 anggaran untuk sektor pendidikan hanya sebesar 11,8 persen, Dan APBN 2008 hanya mengalokasikan 12%, nilai ini setara dengan Rp61,4 triliun dari total nilai anggaran Rp854,6 triliun.

B. SARPRAS PENDIDIKAN KURANG MENDUKUNG
Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada kualitas guru juga harus ditunjang dengan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
Tapi sayangnya, hingga sekarang ini, sarana dan prasarana pendidikan yang dimiliki sebagian besar sekolah di Indonesia masih kurang memadai seperti fasiltas laboratorium dan sebagainya. Sarana dan prasarana ini padahal sangat vital dalam kegiatan proses belajar dan mengajar. Sebagian besar alat peraga di sekolah-sekolah masih kurang terkontrol baik dari segi mutu, harga dan sikap pribadi para pengusaha sarana pendidikan.

C. KEPROFESIONALAN GURU
Guru adalah ujung tombak dalam proses pendidikan. Berhasil atau tidaknya suatu proses pendidikan serta tinggi rendahnya kualitas suatu pendidikan ditentukan salah satunya oleh guru. Demikian pentingnya peranan seorang guru tentunya membawa pada suatu tanggung jawab untuk menjalankan profesi tersebut dengan suatu sikap profesionalisme yang tinggi. Dan dalam menjalankan profesinya, seorang guru tidak hanya dituntut untuk mampu memberikan pengetahuan kepada anak didiknya, akan tetapi juga harus mampu menanamkan suatu nilai – nilai pendidikan dengan guru sebagai modelnya.
Dalam menjalankan profesinya, seorang guru harus melakukan dua fungsi sekaligus yaitu; fungsinya secara moral yang mana ia diharuskan membimbing anak didiknya tidak hanya dengan kecerdasannya akan tetapi juga dengan rasa cinta, dan rasa tanggung jawab yang tinggi. Dan juga menjalankan fungsi kedinasannya yaitu mendidik dan membimbing para anak didiknya agar menjadi sumber daya manusia yang berkualitas dan bermanfaat bagi pembangunan bangsa.




D. KESEJAHTERAAN GURU RENDAH
Faktor lain yang menjadi masalah dalam perkembangan Pendidikan Dasar adalah kesejahteraan guru. Hal ini sangat berimplikasi terhadap rendahnya kinerja seorang Guru. Dalam menyikapi masalah satu ini, banyak yang pro dan kontra terhadap masalah “kesejahteraan” yang selama ini telah menjadi permasalahan yang belum ketemu ujung pangkalnya. sebagai pendidik. Hendaknya dilakukan seleksi yang ketat dan profesional, tidak hanya secara intelektual saja akan tetapi juga harus diberikan tes bakat dan minat terhadap calon tenaga pendidik tersebut, sehingga kita dapat menciptakan tenaga – tenaga pendidik yang mantap secara intelektual dan dedikasinya terhadap dunia pendidik. Apalagi di era pengetahuan seperti sekarang ini, apabila permasalahan – permasalahan dalam dunia pendidikan seperti sekarang ini belum juga dapat ditanggulangi dengan segera, maka dunia pendidikan kita akan semakin tertinggal jauh baik secara kuantitas dan kualitasnya.


















2.5 Tingkat keberhasilan wajib belajar 9 tahun
Pendidikan
Pendidikan merupakan syarat utama pembangunan kapabilitas dasar
manusia. Peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan modal untuk
penggerak pembangunan yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan
disamping Sumber Daya Alam. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan
manusia terdidik yang bermutu dan handal sesuai dengan kebutuhan jaman.
Pendidikan merupakan elemen penting pembangunan dan perkembangan sosialekonomi
masyarakat.
Bagi perempuan, pendidikan tinggi akan memberikan dampak positif,
yaitu perempuan diharapkan mampu menjadi sumber daya manusia yang
berkualitas dan berdaya guna untuk kepentingan dirinya sendiri dan keluarga,
membebaskan perempuan dari belenggu budaya yang cenderung menguntungkan
laki-laki, dan dapat melahirkan generasi yang lebih berkualitas.
Terdapat 2 indikator utama dalam pendidikan, yaitu Angka Melek Huruf
(AMH- literacy rate) dan Angka Partisipasi Sekolah (APS – participation rate for
school age population).
Dewasa ini pembangunan pendidikan di Provinsi Jawa Barat relatif terus
membaik. Hal ini ditunjukkan oleh semakin meningkatnya persentase penduduk
15 tahun ke atas yang melek huruf dan rata-rata lama sekolah.

Angka Melek Huruf (AMH)
AMH merupakan ukuran terpenting dari indikator pendidikan.
Kemampuan membaca sangatlah penting karena dengan kemampuan ini
seseorang akan lebih mudah menerima pembelajaran/pembaharuan dan dalam
menyerap maupun menyampaikan informasi, juga membantu kemudahan
berkomunikasi. Makin rendah persentase penduduk yang buta huruf menunjukkan
keberhasilan program pendidikan, sebaliknya makin tinggi persentase penduduk
yang buta huruf mengidentifikasikan kurang berhasilnya program pendidikan.
Rendahnya tingkat pendidikan dan ketidakmampuan membaca dan menulis
memberi andil terhadap keterbelakangan dan peningkatan penduduk miskin.
Mereka tidak dapat bersaing dalam mencari pekerjaan karena memiliki pilihan
pekerjaan yang sangat terbatas. Menurunnya angka buta huruf di Jawa Barat
mengidentifikasikan adanya keberhasilan program pembangunan dalam bidang
pendidikan.
AMH di provinsi Jawa Barat pada tahun 2003 sebesar 93,60, tahun 2004
sebesar 93,96, dan pada tahun 2005 menjadi 94,52. Angka penduduk berusia 10-
44 tahun yang buta huruf/aksara mengalami peningkatan dari 562.837 orang pada
tahun 2005 menjadi 1.642.927 orang pada tahun 2006.
Sedangkan berdasarkan data tahun 2007, Angka Buta Huruf Total adalah
5,34 %, dengan perincian laki-laki 3,10% dan perempuan 8,74%. Distribusi
penduduk miskin dalam hal kemampuan baca tulis sampai dengan tahun 2007
masih didominasi kaum ibu. Data Suseda 2007 memperlihatkan angka buta huruf
perempuan masih lebih tinggi daripada angka buta huruf laki-laki. Ini merupakan
akibat dari fenomena yang terjadi di tengah-tengah masyarakat di mana secara
umum tingkat pendidikan laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat
pendidikan perempuan. Berdasarkan hasil Suseda 2007, penduduk usia 10 tahun
ke atas yang buta huruf (tidak dapat membaca huruf latin atau huruf lainnya)
sekitar 2,079 juta orang (atau sebesar 5,34 persen). Komposisinya terbagi atas
buta huruf lakilaki sebanyak 0,622 juta orang (3,10 persen) dan perempuan
sebanyak 1,456 juta orang (8,74 persen). Angka buta huruf (total) menurut hasil
Suseda tahun 2007 sebesar 5,34 persen. Hal yang memprihatinkan adalah
terjadinya peningkatan persentase buta huruf perempuan sebanyak 2,19 poin. Ini
menunjukkan kecenderungan masyarakat, terutama yang biasa terjadi di daerah
perdesaan, untuk mengutamakan pendidikan bagi anak laki-lakinya dibanding
perempuan belum mengalami pergeseran.

Angka Partisipasi Sekolah
Partisipasi masyarakat dalam pendidikan formal terlihat dalam Angka
Partisipasi Kasar (APK) yang memperlihatkan proporsi anak sekolah pada jenjang
pendidikan tertentu dalam kelompok umur yang sesuai.
Berdasarkan hasil Suseda 2007 menunjukkan pada kelompok usia 7 – 12
tahun, APS laki-laki sebesar 95,24 persen, lebih rendah dibandingkan perempuan
yang sebesar 96,17 persen, demikian pula pada kelompok usia 13 – 15 tahun, APS
laki-laki sebesar 77,25 persen sedangan APS perempuan sebesar 79,83 persen.
Pada kelompok usia 16 – 18 tahun, APS perempuan 37,35 persen, lebih rendah
dibandingkan APS laki-laki (41,27 persen).
Tampak bahwa tingkat pendidikan laki-laki Jawa Barat lebih tinggi
dibanding dengan tingkat pendidikan perempuan. Kondisi ini tercermin dari
kecilnya persentase penduduk perempuan usia 10 tahun ke atas yang menamatkan
pendidikan sekolah menengah atas hingga pendidikan tinggi. Sedangkan
persentase penduduk perempuan yang sekolah menumpuk pada jenjang SLTP ke
bawah. Sebanyak 63,84 persen penduduk perempuan menamatkan pendidikan di
jenjang SD ke bawah, sedangkan laki-laki yang menamatkan pendidikan SD ke
bawah sebesar 58,98 persen. Sosialisasi bahwa pendidikan itu penting baik bagi
laki-laki maupun perempuan masih perlu terus disuarakan

Tabel 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenjang Pendidikan


Sumber:dinas pendidikan propinsi jawa barat
Berdasarkan grafik di atas tampak bahwa pada tingkat SD, nilai APK
menunjukkan angka di atas 100%, maka nilai APK untuk jenjang selanjutnya
menunjukkan angka yang rendah (pada tahun 2006, APK SMP sebesar 60,96%
sedangkan APK SMA dan SMK sebesar 37,76

Gambar 3.3 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Jenjang Pendidikan
dan Jenis Kelamin (2007)




Rata-rata Lama Sekolah
Rata-rata lama sekolah merupakan salah satu ukuran kualitas sumberdaya
manusia yang menggambarkan besarnya daya serap pendidikan terhadap
penduduk usia sekolah dan kemampuan social ekonomi masyarakat, khususnya
terhadap pendidikan dasar dan menengah. Karena merefleksikan output kondisi
social ekonomi, maka besaran rata-rata lamanya sekolah akan sulit untuk berubah
dalam waktu singkat. Terdapat peningkatan rata-rata lama sekolah dari tahun-ke
tahun, pada tahun 2003 rata-rata 7,2 tahun, tahun 2004 rata-rata 7,37 tahun, 2005
rata-rata 7,46 tahun dan pada tahun 2006 menjadi 7,74 tahun. Hal ini
menunjukkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan semakin meningkat
Kendala utama dalam upaya pembangunan pendidikan saat ini adalah
kemiskinan dan keterbelakangan. Bagi keluarga yang tidak mampu, biaya
pendidikan anak tidak dapat dipenuhi dan cenderung mengarahkan anak-anaknya
untuk bekerja membantu perekonomian rumahtangga. Karena mereka
beranggapan bahwa pendidikan tidak menjamin bisa memperoleh kehidupan yang
lebih layak, terutama untuk anak perempuan.
Pada tahun 2007, persentase penduduk usia 10 tahun ke atas di Jawa Barat
yang berpendidikan SD ke bawah masih cukup besar (61,34 persen). Sedangkan
penduduk yang menamatkan pendidikan SLTP ada sebanyak 16,48 persen. Hal
yang menggembirakan adalah adanya peningkatan persentase penduduk yang
mampu menamatkan pendidikan di tingkat SMU/K maupun perguruan tinggi.
Sumber yang sama menunjukkan persentase penduduk 10 tahun ke atas yang
tamat SMU/SMK sebesar 17,15 persen; dan sebanyak 5,03 persen mampu
menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi).
Sebagai ilustrasi, dari setiap orang penduduk 10 tahun ke atas di Jawa Barat, 50
orang di antaranya ternyata berkesempatan menyelesaikan pendidikan tingginya
di berbagai level pendidikan antara lain Diploma I, Diploma II, Diploma III,
Sarjana, Doktor, hingga program Master.

Tabel 3.2 Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Menurut Jenjang
Pendidikan yang Ditamatkan Di Provinsi Jawa Barat Tahun 2007
PENDIDIKAN
LAKILAKI
PEREMPUAN
TOTAL
Tidak tamat 21.73 24.9 26.27
SD/MI 37.29 38.94 38.07
SLTP/sederajat 16.34 16.63 16.48
SMU/sederajat 12.55 10.92 11.76
SMK 6.7 3.99 5.38
DI/DII 0.66 1.18 0.81
DIII 0.36 1.32 1.34
DIV/Universitas 3.4 2.12 2.78

Hasil Suseda 2007
Terjadinya peningkatan persentase penduduk Jawa Barat yang mampu
menyelesaikan SMU/K ke atas menunjukkan animo masyarakat terhadap
peningkatan kemampuan sumber daya manusia semakin baik. Di samping
realisasi pembangunan sarana dan prasarana penunjang pendidikan yang lambat
laun mulai terlihat hasilnya. Meski demikian, banyak dikeluhkan oleh masyarakat
mengenai biaya pendidikan yang semakin tinggi dan semakin sulit dijangkau oleh
sebagian masyarakat Jawa Barat. Dan hal inilah yang menjadi salah satu penyebab
pendidikan diutamakan untuk laki-laki terlebih dahulu.

























BAB III PENUTUP
3.1 PENUTUP
Demekian makalah yang dapat kami selesaikan sesuai waktu yang ditetapkan terima kasih atas partisipasi rekan-rekan dalm membantu dalam penyelesaian makalah ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi yang membaca. Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar-dasar pendidikan ibu DR Riswanti Rini yang telah memberikan tugas kepada kami. Apabila terdapat kesalahan dalam makalah ini kami mohon maaf sebesar-besarnya dan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa.

3.2 Saran
Kami menyadari bahwa kami hanya manusia biasa, tentu saja dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan,kami sangat mengharapkan partisipasi kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan makalah kami, sebagai acuan pembuatan makalah selanjutnya.

3.3KESIMPULAN
Jadi kesimpulan dalam makalah ini adalah :
1. Wajib belajar 9 tahun yang merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional.
2. Peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia selain tergantung kepada kualitas guru juga harus ditunjang dengan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai.
3. Pendidikan merupakan syarat utama pembangunan kapabilitas dasar manusia
4. Penulis dapat mengetahui tentang wajib belajar 9 tahun.
5. Penulis dapat mengetahui undang – undang yang berkaitan denagn pendidikan.










DAFTAR PUSTAKA

Balitbang Departemen Pendidikan Nasional: Proyeksi Guru Tahun
2003/2004 - 2009/2010. Jakarta : Batitbang, Depdiknas, 2004
Proyeksi Pendidikan Tahun 2003/2004 - 2009/2010. Jakarta Balitbang, Depdiknas, 2004
Wahjoetomo, Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun. Gramedia
Widiasarana. Jakarta. 1993. www.google.com
Prof. Dr. Waini Rasyidin. Landasan Filosofis Pendidikan Dasar.
Keputusan Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Nomor : 01
Kep./ Menko / Kesra / I /1991 tentang Tim Koordinasi Wajib Belajar
Pendidikan Dasar.

RPP tentang Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta : Balitbang, Depdiknas, 2005
RPP tentang Pendidikan Dasar Menengah. Jakarta : Balitbang, Depdiknas, 2005
RPP tentang Badan Hukum Pendidikan. Jakarta : Balitbang, Depdiknas, 2005
RPP tentang Wajib Belajar. Jakarta : Balitbang, Depdiknas, 2005

0 komentar:

Posting Komentar

 
Copyright (c) 2010 Blog Gado-Gado. Design by WPThemes Expert

Themes By Buy My Themes And RegistryBooster Review.